https://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/issue/feedANDREW Law Journal2025-08-01T16:16:09+00:00Andrew Shandy Utama, S.H., M.H.andrewlaw.journal@gmail.comOpen Journal SystemsANDREW Law Journalhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/63PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENJUALAN PUPUK TIDAK TERDAFTAR DI KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2019 TENTANG SISTEM BUDI DAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN2025-07-18T17:38:46+00:00Hasran Irawadi Sitompulsitompulhasranlawyer@gmail.comArdiansah Ardiansahardiasyah@gmail.comBagio Kadaryantobagio.kadaryanto@gmail.com<p>Penegakan hukum terhadap penjualan pupuk tidak terdaftar di Kabupaten Kampar berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan adalah belum berjalan dengan baik sesuai peraturan yang ada karena tindakan oknum penegak hukum dalam hal ini kepolisian sebagai garda terdepan dalam pelaksanaan penegakan hukum turut serta mengambil keuntungan dengan cara membeking praktek ilegal tersebut agar berjalan lancar dan tak tersentuh hukum, serta kurangnya laporan laporan dari masyarakat juga memperburuk situasi bahwa petani dan konsumen yang mengetahui praktik penjualan pupuk tidak terdaftar namun enggan untuk melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 HASRAN IRAWADI SITOMPUL, ARDIANSAH, BAGIO KADARYANTOhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/71IMPLEMENTASI FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MENAMPUNG DAN MENYALURKAN ASPIRASI MASYARAKAT DESA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 20222025-08-01T16:16:09+00:00Mursalin Mursalinalintbh1@gmail.comArdiansah Ardiansahardiansah@unilak.ac.idRobert Librarobertlibra@unilak.ac.id<p>Badan Permusyawaratan Desa di Desa Belantaraya Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir memiliki kekurangan atau kelemahan dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupten Indragiri Hilir Nomor 3 Tahun 2022 tentang Badan Pemusyawaratan Desa Paragraf 1 Penggalian aspirasi Masyrakat, Paragraf 2 menampung aspirasi masyarakat, paragraf 3 mengelola aspirasi masyarakat, dan paragraf 4 menyalurkan aspirasi masyarakat sesuai pada pasal 71 samapai pasal 76 pada Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 3 Tahun 2022 tentang Badan Pemusyawaratan Desa, seharusnya para wakil masyarakat desa tersebut mampu membangun kebutuhan masyarakat dan membuat kebijakan yang berpihak kepada masyarakat Desa. Rumusan Masalah dalam penelitian yaitu : Bagaimana Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Desa di Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022, Hambatan Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Desa di Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022 dan apa Upaya dalam mengatasi Hambatan Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Desa di Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022. Penelitian ini adalah penelitian sosiologis yang bersifat deskriptif, tehnik analisis data secara yang didapat dilapangan, selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif untuk memberikan gambaran. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat di Desa Lumbok Kecamatan Kuantan Hilir Seberang Kabupaten Kuantan Singingi belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat yaitu: 1) Sumber Daya Manusia (SDM), 2) Tingkat Pendidikan, 3) Masyarakat kurang memahami fungsi BPD, 4) Tidak ada sosialisasi dari Pemerintah Desa terkait dengan fungsi BPD, 5) Sarana dan Prasana. Upaya yang dilakukan adalah dapat diatasi melalui pendekatan yang kolaboratif dan bertahap. Kunci utama keberhasilan terletak pada:1. Peningkatan kapasitas SDM BPD<strong>,2. </strong>Sosialisasi yang berkelanjutan kepada masyarakat<strong>,3. </strong>Kerja sama kelembagaan antara BPD dan Pemerintah Desa<strong>, </strong>serta, 4. Dukungan anggaran dan fasilitas dari pemerintah desa dan daerah<strong>.</strong></p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 MURSALIN, ARDIANSAH, ROBERT LIBRAhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/68TINJAUAN HUKUM PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP LOGO HALAL YANG DITAMPILKAN PADA PRODUK MAKANAN BERMEREK2025-07-24T14:56:28+00:00Irene Svinarkyirene.svinarkysh.mkn@gmail.comAnis Mashdurohatunanism@unissula.ac.idSri Endah Wahyuningsihanism@unissula.ac.idLatifah Latifahlatifah.2588@gmail.com<p>Penelitian ini memberikan gambaran pencantuman logo halal pada produk makanan terutama pada produk makanan yang telah terkenal mereknya. Presepsi masayarakat mengenai logo halal masih kurang, sehingga kedepannya juga memberikan pencerahan bagi pengusaha yang belum memahami mengenai aturan yang berkaitan pencantuman logo halal ini semakin tahu tujuannya untuk mendaftarkan produknya ke BPJPH. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang melibatkan analisis terhadap peraturan-peraturan hukum dan konseptual. Sifat penelitian yang digunakan adalah Deskriptif yang mana mendeskripsikan aturan hukum yang diikuti dalam logo halal yang dicantumkan pada produk makanan bermerek. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bermaksud untuk membahas mengenai yaitu Pertama, Di Indonesia karena mayoritas penduduk beragama Islam, maka diperlukan pendaftaran produk yang mau diedarkan ke masyarakat, tetapi produk yang mau didaftarkan memang tidak ada kandungan non halal di dalam produk tersebut maka si pengusaha silahkan mendaftarkan produknya ke BPJPH. Sebaliknya jika produk yang dijual pengusaha mengandung salah satu bahan atau semua bahan non halal, maka tidak perlu mendaftarkan makanannya ke BPJPH, tetapi cantumkan logo non halal di produknya. Kedua, Implikasi strategi pemasaran produk makanan di Indonesia diharapkan agar Prosedur pendaftaran logo halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di Indonesia pada tahun 2024 bagi produsen makanan melibatkan dapat memberikan kesadaran bagi para produsen atas kebutuhan konsumen terhadap kehalalan suatu produk yang mayoritas masyarakatnya beragama islam.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 IRENE SVINARKY, ANIS MASHDUROHATUN, SRI ENDAH WAHYUNINGSIH, LATIFAHhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/69DINAMIKA POLITIK KETATANEGARAAN DALAM TRANSFORMASI PANGAN DAN ENERGI 2025-07-26T09:21:09+00:00Nurun Ahmad Nurunahmadnurun@digitechuniversity.ac.id<p>Transformasi sektor pangan dan energi di Indonesia menjadi prioritas strategis dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya pasca Pemilu 2024. Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika politik ketatanegaraan dalam implementasi kebijakan lumbung pangan dan hilirisasi energi serta kesesuaiannya dengan prinsip konstitusional. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tambahan pendekatan konseptual dan sosiologis. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, baik sumber primer berupa peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi, maupun sumber sekunder dari buku, jurnal, dan laporan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan antara norma konstitusi (das sollen) dan praktik implementasi (das sein), tercermin dari minimnya partisipasi publik, lemahnya pengawasan legislatif, serta potensi pelanggaran hak-hak konstitusional masyarakat. Di sisi lain, stabilitas politik pasca Pemilu 2024 memberikan peluang percepatan transformasi, namun berisiko mengurangi kontrol checks and balances. Penelitian ini menegaskan perlunya penguatan tata kelola demokratis dalam transformasi pangan dan energi agar sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945 dan prinsip negara hukum demokratis.</p> <p><strong><em>Kata kunci</em></strong><strong>:</strong> politik ketatanegaraan, lumbung pangan, hilirisasi energi, hak konstitusional, pemerintahan Prabowo</p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Transformasi sektor pangan dan energi di Indonesia menjadi prioritas strategis dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya pasca Pemilu 2024. Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika politik ketatanegaraan dalam implementasi kebijakan lumbung pangan dan hilirisasi energi serta kesesuaiannya dengan prinsip konstitusional. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tambahan pendekatan konseptual dan sosiologis. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, baik sumber primer berupa peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi, maupun sumber sekunder dari buku, jurnal, dan laporan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan antara norma konstitusi (das sollen) dan praktik implementasi (das sein), tercermin dari minimnya partisipasi publik, lemahnya pengawasan legislatif, serta potensi pelanggaran hak-hak konstitusional masyarakat. Di sisi lain, stabilitas politik pasca Pemilu 2024 memberikan peluang percepatan transformasi, namun berisiko mengurangi kontrol checks and balances. Penelitian ini menegaskan perlunya penguatan tata kelola demokratis dalam transformasi pangan dan energi agar sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945 dan prinsip negara hukum demokratis.</p> <p><strong><em>Kata kunci</em></strong><strong>:</strong> politik ketatanegaraan, lumbung pangan, hilirisasi energi, hak konstitusional, pemerintahan Prabowo</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 AHMAD NURUNhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/50PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MAHASISWA SEBAGAI PENYEWA DALAM KASUS WANPRESTASI FASILITAS YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERJANJIAN SEWA KOS2025-06-07T11:51:53+00:00Nabila Devia Hummairaadmin@jurnalpustakacendekia.comParlaungan Gabriel Siahaanadmin@jurnalpustakacendekia.comSilvia Mahraniadmin@jurnalpustakacendekia.comRuth Hanna Apriani Sihombingadmin@jurnalpustakacendekia.comTebi Tafianta Banjarnahoradmin@jurnalpustakacendekia.com<p>Penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum bagi mahasiswa sebagai penyewa dalam kasus wanprestasi pemilik kos terkait fasilitas yang tidak sesuai perjanjian. Permasalahan ini muncul karena seringkali terjadi ketidaksesuaian antara fasilitas yang dijanjikan dalam perjanjian sewa-menyewa kos dengan fasilitas yang sebenarnya diberikan. Hal ini merugikan mahasiswa sebagai penyewa yang telah membayar sesuai kesepakatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi mahasiswa dalam kasus wanprestasi perjanjian sewa kamar kos mengenai fasilitas yang tidak sesuai. Lokasi penelitian ini berada di daerah Pancing, Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode normatif-empiris. Metode yang digunakan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Wanprestasi pemilik kos dapat berupa tidak memenuhi, tidak sesuai, atau memberikan fasilitas terlambat. Perlindungan hukum bagi mahasiswa sebagai penyewa dapat dilakukan melalui upaya non-litigasi seperti negosiasi atau mediasi, maupun litigasi dengan menggugat wanprestasi ke pengadilan. Perjanjian sewamenyewa kos yang dibuat secara lisan</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 NABILA DEVIA HUMMAIRA, PARLAUNGAN GABRIEL SIAHAAN, SILVIA MAHRANI, RUTH HANNA APRIANI SIHOMBING, TEBI TAFIANTA BANJARNAHORhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/39PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAN TANGGUNG JAWAB PIDANA PELAKU PENYALAHGUNAAN DATA PRIBADI2025-05-12T04:00:13+00:00Aksaraksarbone@umri.ac.idMulia Akbar Santosomuliaakbarsantoso@umri.ac.idUmar Dinataumardinata@umri.ac.id<p>Perkembangan teknologi digital memberikan kemudahan dalam transaksi, namun juga membawa potensi penyalahgunaan yang merugikan konsumen, terutama dalam hal perlindungan data pribadi. Penyalahgunaan data pribadi dalam sektor fintech, kesehatan, dan sektor lainnya menjadi masalah serius yang menuntut perlindungan hukum yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas perlindungan hukum terhadap konsumen serta identifikasi langkah-langkah penegakan hukum dalam menghadapi penyalahgunaan data pribadi. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, menggunakan studi kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah ada, penerapannya masih menghadapi tantangan dalam hal pengawasan dan penegakan hukum yang efektif. Meskipun sanksi pidana yang tegas telah diatur, banyak kasus penyalahgunaan data pribadi yang tidak mendapat respons yang cepat dari otoritas terkait. Oleh karena itu, perlu ada perbaikan dalam hal pengawasan dan penegakan hukum serta peningkatan edukasi masyarakat mengenai hak perlindungan data pribadi. Kesimpulannya, perlindungan hukum yang lebih kuat dan pengawasan yang lebih efektif sangat penting untuk mengurangi penyalahgunaan data pribadi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap transaksi digital.</p>2025-06-17T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 AKSAR, MULIA AKBAR SANTOSO, UMAR DINATAhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/43RELEVANSI HUKUM PIDANA DALAM MENGAKOMODASI CANCEL CULTURE SEBAGAI TINDAK PIDANA DI MEDIA SOSIAL2025-05-26T12:43:56+00:00Riska Ramadhaniittaramadhani30@gmail.comMuhammad Natsirmuhammadnatsir737@gmail.comSuardi Suardisuardi@amsir.ac.idAuliah Ambarwatiambarwati.irwan94@gmail.comBakhtiar Tijjangbtijjang62@gmail.com<p>Digitalisasi menghadirkan fenomena <em>cancel culture </em>yang berpotensi berimplikasi sebagai tindak pidana di media sosial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengakaji <em>cancel culture</em> dalam perspektif hukum pidana untuk mengetahui relevansi hukum pidana dalam mengakomodasi perkembangan masyarakat dalam bermedia sosial, dengan menggunakan penelitian normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informasi yang melatarbelakangi <em>cancel culture</em> dapat berimplikasi sebagai tindak pidana jika memuat unsur pencemaran nama baik seperti yang dialami Gofar Hilman. Hukum pidana dapat mengakomodasi pelaku penyebar utama informasi elektronik melalui Pasal 27A <em>jo. </em>Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Infromasi dan Transaksi Elektronik. Dalam penegakan hukum <em>cancel culture</em>, memiliki tantangan tersendiri dikarenakan bersifat kompleks sehingga dalam penerapan pasal dan pembuktiannya peran ahli dibidang ilmu hukum, sosial, atau komunikasi sangat dipertimbangkan guna memberikan batasan pemahaman pada aparat penegak hukum untuk menghindari <em>overcriminalization</em> guna mewujudkan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum.</p>2025-06-17T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 RISKA RAMADHANI, MUHAMMAD NATSIR, SUARDI, DKKhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/44INTEGRASI HUKUM EKONOMI LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TERHADAP PRAKTIK GREENWASHING INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA2025-05-25T02:48:40+00:00David Banjarnahordavidbanjarnahor@hukum.untan.ac.id<p><em>Isu keberlanjutan lingkungan kini menjadi perhatian utama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati dan krisis sumber daya alam. Integrasi hukum ekonomi lingkungan dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan menjadi sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan ekosistem dan keadilan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas regulasi hukum ekonomi lingkungan dalam mencegah praktik greenwashing di sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia, serta menilai dampaknya terhadap transparansi, akuntabilitas dan kepercayaan publik. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dengan analisis literatur dan peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah ada upaya regulasi seperti Indonesian Sustainable Palm Oil dan pedoman keberlanjutan lainnya, praktik greenwashing masih marak terjadi melalui berbagai strategi manipulatif seperti pengungkapan informasi yang selektif dan penggunaan sertifikasi yang meragukan. Hal tersebut berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat dan konsumen terhadap klaim keberlanjutan industri sawit serta menghambat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Penelitian tersebut merekomendasikan penguatan regulasi, penegakan hukum yang konsisten serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas sebagai langkah kunci untuk mendorong industri perkebunan sawit yang benar, nyata dan sesuai fakta melakukan tindakan berkelanjutan dan bertanggung jawab. </em></p>2025-06-28T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 DAVID BANJARNAHORhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/59TUGAS DAN KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH DI INDONESIA2025-06-25T17:45:48+00:00Rachmad Oky Saputrarachmadoky02@gmail.com<p>Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa yang dibantu oleh perangkat Desa. Pemerintahan Desa tidak terpisahkan dari Pemerintah Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Tugas dan kewenangan Kepala Desa dalam kerangka Otonomi Daerah di Indonesia yaitu berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, Kepala Desa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota. Selain itu, Kepala Desa juga wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa akhir masa jabatannya kepada Bupati/Walikota. Sebagai bagian dari pemerintahan daerah, Pasal 112 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur bahwa Pemerintah Daerah kabupaten/kota membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Desa.</p>2025-06-26T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 RACHMAD OKY SAPUTRAhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/55HUKUM INVESTASI BITCOIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM2025-06-20T13:41:38+00:00Rizki Anla Pateranlafaterrizky@gmail.comAlmadison Almadisonalmadison03@gmail.com<p>Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya fenomena investasi berbasis digital seperti Bitcoin di Indonesia, yang memunculkan polemik hukum dalam perspektif Islam, khususnya mazhab Syafi’i dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis status hukum investasi Bitcoin ditinjau dari prinsip-prinsip muamalah Islam serta mengevaluasi apakah aset digital tersebut dapat dikategorikan halal atau haram. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka, melalui analisis literatur akademik, fatwa-fatwa resmi, dan kajian hukum Islam kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum Bitcoin dinilai haram karena mengandung unsur <em>gharar</em>, maysir, dan tidak memiliki underlying asset yang jelas, namun masih terdapat kemungkinan kehalalan jika dipenuhi syarat-syarat tertentu seperti transparansi, kepastian nilai, dan penggunaan sebagai komoditas bukan alat tukar, dalam kerangka <em>maqāṣid al-sharī‘ah</em>.</p>2025-06-26T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 REZKY ANLA PATER, ALMADISONhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/61KEWAJIBAN PARTAI POLITIK DALAM PENYELENGGARAAN EDUKASI POLITIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK2025-06-27T08:23:29+00:00Tatang Suprayogatatang@unilak.ac.id<p>Based on Article 13 Letter e of Law Number 2 of 2008 concerning Political Parties, it is stipulated that Political Parties are required to provide political education to their members and also to the community. The method used in this study is normative legal research using a statutory regulatory approach. Based on Article 1 Number 4 of Law Number 2 of 2011 concerning Amendments to Law Number 2 of 2008 concerning Political Parties, it is explained that political education is a process of learning and understanding the rights, obligations, and responsibilities of every citizen in the life of the nation and state. Political Parties provide political education for the community in accordance with the scope of their responsibilities by paying attention to gender justice and equality with the aim of: First, increasing awareness of the rights and obligations of the community in the life of society, nation, and state; Second, increasing political participation and community initiatives in the life of society, nation, and state; and Third, increasing independence, maturity, and building national character in order to maintain national unity.</p>2025-06-28T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 TATANG SUPRAYOGAhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/49TINJAUAN HUKUM POSITIF INDONESIA TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL BERBENTUK EMOJI DAN MEME DI MEDIA SOSIAL2025-05-31T03:04:28+00:00Atika Zahra Nirmalaatikazahra@unram.ac.idYuni RistantiYuniristanti29@staff.unram.ac.id<p>Disahkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap data pribadi konsumen. Perlindungan hukum terhadap data pribadi konsumen merupakan suatu rangkaian yang panjang yang dimulai dari edukasi kepada konsumen melalui sosialisasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, pelaksanaan transaksi digital, pengawasan terhadap lembaga keuangan seperti bank dan financial technology, hingga penegakan hukum dan penerapan sanksi kepada pelaku penyalahgunaan data pribadi konsumen. Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Digital dapat memperkuat pengawasannya dengan berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk memastikan data pribadi konsumen dapat terlindungi. Tanggung jawab pelaku penyalahgunaan data pribadi konsumen dapat dijatuhkan dalam bentuk sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, untuk memberikan keadilan kepada konsumen yang telah dirugikan akibat penyalahgunaan data pribadi.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Atika Zahra Nirmala, Yuni Ristantihttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/53EVALUASI YURIDIS IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 2019 TENTANG DISPENSASI KAWIN TERHADAP KEMISKINAN DAN PERCERAIAN DI KABUPATEN ROKAN HULU2025-06-24T02:13:39+00:00Fitri Elfianifitri.elfiani94@gmail.comSiti Rahmasitirahmadalimunte@gmail.comAbel Febiolaabe@gmail.com<p>Angka perkawinan anak yang tinggi di Kabupaten Rokan Hulu disebabkan banyaknya permohonan dispensasi kawin yang dikabulkan oleh Hakim. Alasannya karena kehamilan. Selain itu, ada juga alasannya karena orang tua khawatir anaknya terjebak pergaulan bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Evaluasi yuridis implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin di Kabupaten Rokan Hulu adalah belum berjalan efektif karena Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin tidak mampu menurunkan angka perkawinan anak atau pernikahan dini, masih tingginya angka perceraian, dan banyak pasangan muda-mudi yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Pada tahun 2022, angka perceraian di Pengadilan Agama Rokan Hulu berjumlah 721 kasus. Pada tahun 2023, angka perceraian di Pengadilan Agama Rokan Hulu berjumlah 819 kasus. Pada tahun 2024, angka perceraian di Pengadilan Agama Rokan Hulu berjumlah 922 kasus. Artinya, angka perceraian di Kabupaten Rokan Hulu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu alasan utama penyebab perceraian adalah faktor ekonomi keluarga.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Fitri Elfiani, Siti Rahma, Abel Febiolahttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/40PELESTARIAN KAIN TENUN KAMPUNG BANDAR DALAM PERSPEKTIF HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN BUDAYA2025-05-18T14:53:11+00:00Iqbal Adhiaksa Susantoiqbal.adhiaksa2270@student.unri.ac.idGladis Patrisia Eugenia Br Sembiringadmin@jurnalpustakacendekia.comTengku Arif Hidayatadmin@jurnalpustakacendekia.comNurahim Rasudinadmin@jurnalpustakacendekia.com<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh modernisasi dan penguatan brandings melalui haki terhadap tradisi kain tenun di Kampung Bandar, Pekanbaru, serta dampaknya pada persepsi dan minat generasi muda terhadap budaya tenun. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan dokumentasi di Rumah Tenun Kampung Bandar serta butik penjualan kain tenun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modernisasi membawa tantangan berupa penurunan minat generasi muda dan perubahan proses produksi dari alat tenun tradisional ke mesin otomatis yang mengurangi nilai seni dan keaslian kain tenun. Namun, modernisasi juga membuka peluang inovasi melalui kolaborasi antara pengrajin dan desainer, serta pemasaran digital yang memperluas jangkauan pasar. Upaya pelestarian dilakukan melalui pengembangan pusat kerajinan, promosi budaya, dan pemanfaatan potensi wisata budaya. Dukungan kebijakan pemerintah dan peraturan daerah menjadi faktor penting dalam menjaga keberlanjutan budaya tenun. Penelitian ini memberikan rekomendasi untuk mengintegrasikan pelestarian budaya dengan inovasi modern agar kain tenun tetap relevan dan menjadi identitas budaya yang kuat bagi masyarakat Kampung Bandar.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 IQBAL ADHIAKSA SUSANTO, GLADIS PATRISIA EUGENIA BR SEMBIRING, TENGKU ARIF HIDAYAT, NURAHIM RASUDINhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/54HAK UNTUK MEMBANTAH TIRANI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN2025-06-20T13:39:47+00:00Rizki Anla Pateranlafaterrizky@gmail.comNofrizalnofrizal@upp.ac.id<p>Tirani merupakan bentuk kekuasaan yang zalim dan bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Studi ini bertujuan untuk mengkaji hak membantah tirani dalam perspektif Al-Qur’an dengan fokus pada QS. Al-Māidah: 78–79. Penelitian ini menggunakan pendekatan tafsir maudhu’i dan hermeneutika maqāṣidī untuk memahami makna ayat secara kontekstual dan mendalam. Hasil kajian menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak hanya memberikan hak, tetapi juga mewajibkan umat Islam untuk menentang kezaliman sebagai bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. QS. Al-Māidah: 78–79 menggarisbawahi pentingnya peran umat dalam mencegah kemungkaran dan menegakkan keadilan sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan religius. Diam terhadap tirani dianggap sebagai dosa kolektif yang dapat mendatangkan laknat Allah. Penelitian ini menegaskan relevansi ajaran Al-Qur’an dalam memperkuat kesadaran moral dan sosial umat untuk aktif melawan penindasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 RIZKI ANLA PATER, NOFRIZALhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/60PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR LEMBAGA PEMBIAYAAN TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/20192025-07-05T14:22:33+00:00Khairul Azwar Anaskhairul.azwar@upbi.ac.idHamlerhamler@upbi.ac.id<p>Sebelum adanya putusan MK 18/PUU-XVII/2019 mekanisme Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia berdasarkan Pasal 15 ayat (2) dan (3)UU Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, yang terdapat pada Sertifikat Jaminan Fidusia yang memuat irah-irah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019, telah mencabut Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Nomor 42 tahun 1999 UU JF, yang mengubah mekanisme eksekusi, khususnya terkait eksekusi sepihak oleh kreditur dalam hal debitur wanprestasi. Putusan ini mewajibkan adanya persetujuan debitur dengan cara sukarela dan mengharuskan kreditur mengajukan permohonan eksekusi pada pengadilan jika debitur mengajukan keberatan. Perlindungan hukum bagi para kreditur dalam setiap perjanjian pembiayaan sangat krusial. Hak untuk mengeksekusi oleh kreditur adalah komponen paling utama dari jaminan fidusia. Namun posisi kreditur pasca putusan MK tersebut sangat lemah dan tidak adanya perlindungan hukum bagi kreditur. Penyebab pelaksanaan jaminan fidusia mencakup pelanggaran perjanjian oleh debitur, perubahan keadaan finansial, pemindahan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur, kerusakan pada aset, serta keterlibatan pihak ketiga. Risiko yang timbul dari pelaksanaan ini dapat berupa kerugian oleh kreditur serta ketidakpastian hukum dan perlindungan hukum kreditur lembaga pembiayaan.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 KHAIRUL AZWAR ANAS, HAMLERhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/65STUDI KOMPARATIF ANTARA INDONESIA, MALAYSIA, DAN SINGAPURA TERKAIT PEMENUHAN HAK ANAK PASCA PERCERAIAN2025-07-06T05:12:51+00:00Almadison Almadisonalmadison03@gmail.comAkbarizan Akbarizanakbarizan@uin-suska.ac.idAkmal Abdul Munirakmalmunir@uin-suska.ac.id<p>Ketiga negara telah mengatur secara normatif pemenuhan hak anak pasca perceraian, baik dalam aspek hak asuh, nafkah, maupun hak untuk tetap berhubungan dengan kedua orang tua. Namun, terdapat perbedaan dalam pendekatan dan sistem hukumnya: indonesia dengan pluralisme hukum (islam dan sipil), malaysia dengan sistem hukum ganda (syariah dan sipil), serta singapura dengan sistem hukum common law yang terintegrasi. Indonesia dan malaysia cenderung memberikan hak asuh kepada ibu untuk anak yang masih kecil, dengan tetap memberi hak pengawasan kepada ayah, terutama dalam konteks hukum islam. Sementara itu, singapura lebih menekankan pertimbangan psikologis dan kesejahteraan anak secara menyeluruh, tanpa mengutamakan peran ayah atau ibu secara mutlak. Dalam aspek nafkah anak, ketiga negara mewajibkan orang tua, terutama ayah, untuk tetap memberikan biaya hidup anak pasca perceraian. Namun, tingkat kepatuhan terhadap perintah nafkah ini bervariasi: singapura menunjukkan efektivitas tinggi karena dukungan sistem enforcement dan sanksi yang jelas, sedangkan indonesia dan malaysia masih menghadapi kendala eksekusi dan lemahnya pengawasan. Pemenuhan hak anak atas relasi dengan kedua orang tua masih menjadi tantangan utama di indonesia dan malaysia, karena banyaknya kasus orang tua yang memutus akses anak kepada pasangannya. Sebaliknya, singapura berhasil mengatur secara jelas hak akses dan visitation schedule yang dilindungi hukum dan dapat dieksekusi paksa. Secara umum, singapura lebih unggul dalam implementasi perlindungan hak anak pasca perceraian karena sistem peradilannya yang responsif, adanya mediasi keluarga wajib, serta lembaga perlindungan anak yang terkoordinasi. Indonesia dan malaysia perlu memperkuat kelembagaan dan pengawasan dalam pelaksanaan putusan pengadilan keluarga</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 ALMADISON, AKBARIZAN, AKMAL ABDUL MUNIRhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/66IMPLEMENTASI KONSEP MAWADDAH WA RAHMAH DALAM KELUARGA ISLAM MODERN2025-07-06T07:30:31+00:00Almadison Almadisonalmadison03@gmail.comRizki Anla Paterrizkianlafater@gmail.comHidayatullah Ismailhidayatullah.ismail@uin-suska.ac.idIlyas Hustihusti@uin-suska.ac.id<p>Makna dan Pemahaman Konsep Mawaddah wa Rahmah dalam Al-Qur’an, Konsep mawaddah wa rahmah dalam QS. Ar-Rum ayat 21 menggambarkan fondasi spiritual dan emosional dalam relasi suami istri. Mawaddah mencerminkan cinta yang aktif dan penuh perhatian, sedangkan rahmah adalah kasih sayang yang melahirkan empati dan pengorbanan. Kedua nilai ini tidak hanya merupakan anugerah ilahi, tetapi juga menjadi prinsip moral yang menuntun relasi pasangan agar tidak semata-mata bersifat fisik atau kontraktual, melainkan transendental dan berorientasi pada ketenangan batin (sakinah). Implementasi Nilai Mawaddah wa Rahmah dalam Kehidupan Keluarga Islam Modern, Dalam konteks keluarga Islam kontemporer, nilai mawaddah wa rahmah dapat diimplementasikan melalui komunikasi yang empatik, pembagian peran yang adil, dan penciptaan ruang spiritual bersama seperti shalat dan diskusi keagamaan. Meskipun tantangan zaman membuat relasi rumah tangga menjadi lebih kompleks, pasangan yang menjadikan cinta dan kasih sayang sebagai nilai utama akan lebih mampu membangun keluarga yang harmonis, resilien, dan religius. Tantangan dan Strategi Penguatan Nilai Mawaddah wa Rahmah, Tantangan utama yang dihadapi keluarga Muslim masa kini meliputi pengaruh teknologi digital, perubahan peran gender, tekanan ekonomi, dan melemahnya pendidikan spiritual. Strategi penguatan yang dapat dilakukan antara lain melalui pendidikan pranikah berbasis nilai Qur’ani, komunikasi keluarga yang sehat, pemanfaatan dakwah digital, serta peran aktif lembaga agama dan negara dalam mendukung ketahanan keluarga. Dengan pendekatan yang adaptif dan berbasis nilai ilahiah, mawaddah wa rahmah tetap relevan sebagai fondasi keluarga harmonis di era kontemporer.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 ALMADISON, RIZKI ANLA PATER, HIDAYATULLAH ISMAIL, ILYAS HUSTIhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/51PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS YANG DIPEKERJAKAN PADA INSTANSI PEMERINTAH DAERAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2023 TENTANG CIPTA KERJA2025-06-24T02:10:38+00:00Robert Librarobertlibra@unilak.ac.idNovrianirobertlibra@unilak.ac.idDwita Feby Ramadhanirobertlibra@unilak.ac.id<p>Pekerja harian lepas (PHL) di lingkungan instansi pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk tenaga kerja tidak tetap yang sering mengalami ketidakpastian status dan perlindungan hukum. Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja), terjadi perubahan signifikan dalam sistem ketenagakerjaan, termasuk pengaturan hubungan kerja non-permanen. Artikel ini bertujuan menganalisis perlindungan hukum terhadap PHL di instansi pemerintah daerah dalam kerangka UU Cipta Kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PHL masih berada dalam wilayah abu-abu perlindungan hukum, di mana eksistensinya tidak sepenuhnya diakomodasi dalam kerangka hukum ketenagakerjaan maupun kepegawaian negara. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi khusus dan kebijakan afirmatif dari pemerintah daerah untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hak-hak dasar pekerja harian lepas.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 ROBERT LIBRA, NOVRIANY, DWITA FEBY RAMADHANIhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/62LEGALITAS IDENTITAS STATUS HUKUM TRANSGENDER DI INDONESIA2025-06-28T04:38:41+00:00Raihana Raihanaraihana.nasution@umri.ac.idMuhammad Bilalmhdbilal1705@gmail.com<p><em>In Indonesia, transgender groups face legal issues in recognizing their identity. This article discusses the legal status of transgender, a study of the legality of identity in relation to norms and human rights. This study uses a descriptive normative research method using secondary data, qualitative analysis of the problem of the legal status of transgender based on human rights, the constitution and related population administration regulations. The results of this study found that the legal status of transgender in Indonesia is still weak because there is no regulation. The absence of the state through affirmative policies and constitutional guarantees so that transgender can live with dignity and equality as citizens. Meanwhile, the legality of transgender identity is an inseparable part of the legal system and protection of human rights in Indonesia. In reality, structural and social discrimination continues to occur, thus hindering the recognition of transgender identity, even though there are legal loopholes<strong>.</strong></em></p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 RAIHANA, MUHAMMAD BILALhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/41ANALISIS KRITIS AKSES DAN EKSKLUSI DALAM REGULASI KEHUTANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN2025-05-18T16:08:23+00:00Eno Suwarnoenosuwarno@unilak.ac.idIrawan Harahapirawanharahap@unilak.ac.id<p><em>This study aims to analyze Law Number 41 of 1999 on Forestry using the access theory developed by Ribot and Peluso. The focus of the analysis is directed at key articles that govern authority, classification, licensing, and law enforcement in forest management in Indonesia. The method employed is normative legal research using content analysis techniques applied to legal documents and scholarly literature. The results show that the state is not only a legal actor that regulates access through law, but also actively produces access through institutional structures, administrative procedures, and exclusive power relations. The provisions of Law No. 41/1999 predominantly facilitate access for capital-intensive actors such as corporations and state institutions, while customary and local communities face structural and legal barriers in obtaining benefits from forest resources. This study concludes that the Forestry Law is centralistic in nature and does not adequately ensure access justice for vulnerable groups. Therefore, a reformulation of the regulation is needed to be more inclusive and decentralized, with formal recognition of community-based access arrangements.</em></p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 ENO SUWARNO, IRAWAN HARAHAPhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/64EFEKTIVITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DESA TAMBUSAI TIMUR DI KECAMATAN TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA2025-07-09T17:17:27+00:00Romadhon Lubislubisramadhan95@gmail.comSiti Rahma Dalimuntesitirahmadalimunte@gmail.comRizki Anla Paterrizkianlafater@gmail.comRise Karmiliarisekarmilia@upp.ac.idHendrihendri@upp.ac.id<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan dan fungsi Badan Permusawaratan Desa (BPD) dalam menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarkat. Oleh karena itu, BPD sebagai badan permusywaratan yang berasal dari masyarakat desa, di samping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyrakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya yaitu fungsi representasi (perwakilan) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dengan menggunakan metode Penelitian Sosiologis Normatif Metode yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah kemudian diolah dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah dengan memberikan penilaian tentang benar atau salah suatu peristiwa hukum sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi, berdasarkan pembahasan dan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Pelaksanaan fungsi BPD di Desa Tambusai Timur yaitu meliputi pelaksanaan fungsi BPD sebagai fungsi legislasi belum maksimal karena di dalam pelaksanaananya BPD belum secara maksimal membuat peraturan tentang desa ini dibuktikan dengan hanya ada satu peraturan yang dibuat yaitu peraturan tentang Anggaran Pendapatan dan belanja Desa (APBDes) dan faktor yang menpengaruhi pelaksanaan fungi BPD di Desa Tambusai Timur ini diantaranya: faktor sumber daya manusia, latar belakang pendidikan dari anggota BPD, dapat disimpulkan bahwa pendidikan anggota BPD Tambusai Timur sudah cukup memadai</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 ROMADHAN LUBIS, SITI RAHMA DALIMUNTE, RIZKY ANLA PATER,RISE KARMILA, HENDRIhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/56ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM KEPALA DESA GILANG KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO DALAM PUTUSAN PTUN SURABAYA NOMOR 10/G/TF/2023/PTUN.SBY2025-06-24T02:01:30+00:00Antonius Sarozame Duhaantonius_sarozame_duha@student.umaha.ac.idAsri Wijayantiasri.wijayanti@dosen.umaha.ac.idAhmad Heru Romadhonheru-romadhon@dosen.umaha.ac.id<p>Perbuatan melawan hukum (PMH) merupakan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, peraturan, serta asas-asas umum pemerintahan yang baik. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan pokok-pokok permasalahan yang ada didalam putusan nomor 10/G/TF/2023/PTUN.SBY. ada pun rumusan masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini yaitu : 1) bagaimana rasiolegis putusan dan 2) bagaimana bentuk perbuatan melawan hukum kepala desa Gilang dalam putusan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif analisi, dengan bahan hukum primer berupa putusan nomor 10/G/TF/2023/PTUN.SBY dan bahan hukum sekunder berupa undang-undang dan peraturan serta literatur hukum yang berkaitan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 1) putusan tersebut bermanfaat untuk memberikan kepastian bagi penggugat dan masyarakat umum. 2) bentuk PMH yang dilakukan kepala desa Gilang yaitu PMH berupa tindakan faktual karena tidak melakukan kewajiban hukumnya sebagai pejabat pelayan publik.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 ANTONIUS SAROZAME DUHA, ASRI WIJAYANTI, AHMAD HERU ROMADHONhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/58PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TENAGA KESEHATAN DALAM PELAYANAN TELEMEDICINE2025-06-24T02:02:30+00:00Dedy Saputraadvokatdedy@gmail.comRica Regina Noviantyricareginanovianty@htp.ac.idHetty Ismainarhetty@htp.ac.id<p>Kemajuan teknologi digital telah mendorong transformasi dalam pelayanan kesehatan melalui telemedicine. Telemedicine memungkinkan konsultasi medis dilakukan jarak jauh, memberikan kemudahan bagi pasien, terutama di wilayah terbatas. Namun, pelayanan ini juga menimbulkan tantangan hukum baru, khususnya ketika terjadi kesalahan medis yang berakibat pada kerugian pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk pertanggungjawaban pidana tenaga kesehatan dalam layanan telemedicine yang mengakibatkan kerugian pasien, serta mengidentifikasi dasar hukum yang relevan.</p> <p>Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundangundangan dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kesehatan dalam telemedicine dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana apabila terbukti melakukan kelalaian atau kesalahan profesional yang melanggar standar pelayanan, sebagaimana diatur dalam Pasal 359 dan 360 KUHP, UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dan UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 tentang</p> <p>Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, PERMENKES No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Telemedicine mewajibkan standar profesi dan rekam medis yang valid. Meskipun demikian, penegakan hukum terhadap kasus telemedicine menghadapi tantangan, seperti bukti elektronik yang lemah dan belum adanya regulasi khusus tentang kesalahan medis digital. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan kebijakan hukum untuk menjamin perlindungan pasien dan kepastian hukum bagi tenaga kesehatan di era digital.</p> <p> </p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 DEDY SAPUTRA, RICA REGINA NOVIANTY, HETTY ISMAINARhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/57KEKUATAN ALAT BUKTI DIGITAL DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA ANAK2025-06-24T02:02:18+00:00Rica Regina Noviantyricareginanovianty@htp.ac.idDedy Saputradedysaputra@htp.ac.idHetty Ismainarhetty@htp.ac.id<p style="font-weight: 400;">Penelitian ini membahas kekuatan alat bukti digital dalam proses peradilan pidana yang melibatkan anak. Seiring kemajuan teknologi, kejahatan berbasis digital dengan keterlibatakn anak, baik sebagai pelaku maupun korban, semakin sering terjadi. Namun, hukum acara pidana Indonesia (KUHAP) belum secara tegas menata terkait alat bukti digital, sehingga menimbulkan kesenjangan hukum. Kehadiran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru memberikan dasar normatif terhadap keberlakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti di pengadilan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, yang bertujuan mengkaji kedudukan hukum alat bukti digital dalam perkara pidana anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) tidak secara spesifik menyebutkan alat bukti digital, alat bukti tersebut tetap sah dipakai selama memenuhi syarat formil dan materiil sesuai ketentuan hukum acara pidana. Dalam praktiknya, forensik digital menjadi penting untuk menjamin keaslian dan integritas alat bukti tersebut. Selain itu, ketika keterangan anak tidak mencukupi karena usia atau trauma, alat bukti digital dapat menjadi pendukung utama untuk memenuhi asas minimal dua alat bukti sebagaimana ditata dalam Pasal 183 KUHAP. Oleh karena itu, alat bukti digital memegang peranan penting dalam memastikan proses peradilan pidana anak berlangsung secara adil dan akurat, khususnya dalam konteks kejahatan siber</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 RICA REGINA NOVIANTY, DEDY SAPUTRA, HETTY ISMAINARhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/48IMPLEMENTASI E-COURT DALAM MEWUJUDKAN ASAS CEPAT, SEDERHANA, DAN BIAYA RINGAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA SEMARANG2025-05-31T03:00:31+00:00Iqlima Czelda Arrumaysaiqlima.arrumaysa@mhs.unsoed.ac.idRaihan Bajra Bagaskara F.Rraihan.rizqi@mhs.unsoed.ac.idNovia Safitri Larassatinovia.larassati@mhs.unsoed.ac.idSyarafina Dyah Amaliasyarafina.dyah@unsoed.ac.id<p><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan merupakan salah satu prinsip dan nilai yang berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan tata kehakiman di Indonesia. Secara eksplisit ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (2). Dengan munculnya konvergensi telematika dalam segala bidang kehidupan manusia, mekanisme dan tata cara peradilan juga kemudian bergeser dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan dalam praktik ilmu hukum, dimana salah satunya merupakan sistem e-Court pada cakupan peradilan di Indonesia dimana salah satu kompetensi peradilan di Indonesia adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi e-Court dan penerapan sistem e-Court terhadap Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang berjalan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan baik secara kuantitatif dan kualitatif dengan memanfaatkan variabel-variabel yang disediakan di lokasi penelitian. Dengan memilah dan mengolah data menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, ditemukan bahwa terdapat faktor pendukung dan penghambat dalam mencapai optimalisasi implementasi e-Court dan penyesuaian dengan prinsip Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan dan dengan demikian muncul upaya Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang dalam menanggapi hal tersebut. Dikatakan demikian, bahwa ditemukannya tingkat kepuasan masyarakat dalam spektrum pelayanan, proses administrasi, tahapan sidang dan informasi yang diberikan diterima dengan baik oleh masyarakat sebagaimana ditemukan di lapangan.</span></span></p> <p><em> </em></p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 IQLIMA CZELDA ARRUMAYSA, RAIHAN BAJRA BAGASKARA F.R., NOVIA SAFITRI LARASSATI, SYARAFINA DYAH AMALIAhttps://journal.andrewlawcenter.or.id/index.php/ALJ/article/view/67SPIN-OFF DAN KONVERSI BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM SYARIAH PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DI INDONESIA2025-07-14T15:15:27+00:00Azani Muhammadmhd.azani@unilak.ac.id<p><em>The spin-off and conversion of Conventional Commercial Banks (BUK) owned by Regional-Owned Enterprises (BUMD) into Sharia Commercial Banks (BUS) represent a strategic transformation facing challenges in harmonizing national policies with regional needs, as well as institutional governance complexities. This study aims to analyze the key factors determining the success or failure of the transformation process, and to evaluate the roles of institutional actors, governance structures, business strategies, and alignment of national policies within the regional context. The research employs a normative juridical method with a qualitative approach, through the analysis of regulatory documents, policies, and relevant literature. The findings indicate that the success of spin-off and conversion heavily depends on the synergy between regional governments, BUMD management, transparent governance, and adaptive, contextual business strategies. However, challenges such as regulatory disharmony and limited resources remain significant obstacles. These results contribute to the development of institutional theory and practical transformation of Islamic banking, emphasizing the need for more flexible regulations and policies that are responsive to regional conditions to support sustainable transformation. The social implications include enhancing financial inclusion and promoting more equitable regional economic development with syariah contract</em></p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 MUHAMMAD AZANI